SAMPIT – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kotawaringin Timur (Kotim) akan melakukan skrining penderita tuberkulosis atau yang lebih dikenal masyarakat adalah penyakit TBC. Skrining tersebut dilakukan untuk menangani dan menekan kasus TBS di wilayah Kotim.
“Beberapa tahun lalu, kita telah dihadapkan dengan pandemi Covid-19. Alhamdulillah, atas ijin Allah dan atas kebersamaan kita, pandemi tersebut dapat kita atasi. Namun sayangnya, jauh sebelum itu kita telah dihadapkan dengan penyakit tuberkulosis dan sampai saat ini masih menjadi masalah global, termasuk Indonesia,” kata Staf Ahli Bupati Kotim, Rusmiati, Rabu 17 Juli 2024.
Itu ia sampaikan saat mewakili Bupati Kotim Halikinnor membuka kegiatan rapat koordinasi dan evaluasi pelaksanaan deteksi dini, preventif, dan respon penyakit dalam upaya eliminasi tuberkulosis.
Diungkapkan, Indonesia menjadi negara dengan penderita TBC nomor 2 terbesar di dunia, setelah India dan disusul dengan Cina. Hal ini menuntut perhatian serius pemerintah khususnya Pemkab Kotim, mengingat penularan TBC mirip dengan Covid-19, yakni melalui droplet atau percikan dahak.
Dirinya menilai mestinya, penanganan TBC lebih cepat, karena penyebab TBC adalah bakteri, sedangkan Covid-19 penyebabnya adalah virus. pencegahan TBC juga sama dengan Covid-19, yaitu memakai masker, cuci tangan dengan benar, berperilaku hidup bersih dan sehat. Sedangkan jika terkena TBC, harus minum obat teratur selama sekitar 6-8 bulan.
“Tapi rata-rata penderita TBC itu tidak mau diperiksa dan tidak mau minum obat. Ini yang menjadi kendala kita, karena tidak mau diperiksa dan diobati penyakit ini sulit ditekan, ” ujarnya.
Dijelaskan, hal itu dikarenakan adanya stigma atau diskriminasi penderita TBC, baik di keluarga, masyarakat maupun tempat kerja, di samping waktu minum obat yang cukup lama dan terkadang reaksi atau efek samping obat yang membuat penderita TBC enggan minum obat.
Menghadapi hal itu, melakukan eliminasi tbc atau pengurangan kasus TBC. Pihaknya meminta Dinas Kesehatan setempat untuk melakukan skrining bagi penderita TBC.
“Dengan adanya skrining kita akan mengetahui penderita TBC dan bisa terus memantau untuk pengobatannya seperti minum obat rutin dan benar. Bahkan kita akan meminta kontak keluarga penderita, siapa yang ikut memperhatikan,” ujarnya.
Di momen yang sama, Kepala Dinas Kesehatan Kotim Umar Kaderi mengungkapkan terkait penanggulangan TBC ini, Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Kesehatan melakukan monitoring mingguan.
Monitoring mingguan tersebut merupakan salah satu upaya strategis untuk memastikan komitmen dan peran aktif pemerintah daerah dalam upaya penanggulangan TBC di daerah dengan tujuan melakukan optimalisasi dan percepatan penanggulangan TBC secara serentak.
“Ada lima indikator yang didorong yaitu, penemuan kasus, inisiasi pengobatan (enrollment), investigasi kontak, penerapan SPM kesehatan untuk TBC; dan kebijakan TBC di daerah,” ucapnya.
Terkait dengan lima indikator tersebut, disebutkan penemuan kasus TBC di Kabupaten Kotawaringin Timur selama semester I tahun 2024 baru tercapai sebesar 43% , inisiasi pengobatan atau penderita TBC baru yang diobati sebesar 78,4 %, investigasi kontak sebesar 36%, penerapan SPM untuk penanggulangan tbc sebesar 47%.
“Dan kebijakan TBC di Kabupaten Kotawaringin Timur dalam bentuk peraturan kepala daerah dan rencana aksi daerah saat ini sedang dipersiapkan tim Dinas Kesehatan, sedangkan tim percepatan penanggulangan TBC dalam tahap finalisasi,” tutupnya.
(opa/erakalteng.com)