SAMPIT – Gabungan Perusahaan Perkebunan Indonesia (GPPI) Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) berkomitmen bersama pemerintah daerah setempat mewujudkan pengelolaan perkebunan kelapa sawit berkelanjutan di Kotim.
“Kami tentu menyambut positif komitmen bersama dengan Pemkab Kotim untuk kebaikan dan kemajuan bersama. Kami siap menjalankan kerja sama ini demi terwujudnya pengelolaan perkebunan kelapa sawit berkelanjutan,” kata Ketua GPPI Kabupaten Kotawaringin Timur, Katingan dan Seruyan, Siswanto, Rabu 12 Juni 2024.
Ini ia ungkapkan menanggapi penandatanganan kerja sama Pemerintah Kabupaten Kotim dengan GPPI setempat belum lama ini. Penandatanganan dilakukan Selasa (11/6) di Jakarta oleh Bupati Kotawaringin Timur Halikinnor dengan Siswanto selaku Ketua GPPI Kabupaten Kotawaringin Timur, Katingan dan Seruyan.
Pada kesempatan tersebut, kedua belah pihak yaitu GPPI dan Pemkab Kotim membahas berbagai hal masalah yang muncul seputar sektor perkebunan kelapa sawit di Kotim. Mereka sepakat untuk mencari solusi bersama terhadap permasalahan yang ada.
Disampaikan, Kotim sedang menyempurnakan Rencana Aksi Deerah Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan (RAD-KSB). Penerapan prinsip KSB, terutamanya menyangkut aspek legalitas, ketelusuran, dan produksi yang bertanggung jawab terhadap Iingkungan yang menjadi salah satu isu penting dan mendapat banyak sorotan dari pasar global.
“Pemerintah kabupaten dalam hal ini juga sangat berperan penting dalam mendorong terapan KSB melalui arsitektur berbasis yurisdiksi yang dipercepat oleh kebijakan Bupati Kotawanngin Timur, ” ucapnya.
Pembangunan perkebunan kelapa sawit berkelanjutan di Kabupaten Kotim semakin penting untuk dibangun melalui skema penjaminan yurisdiksi, terutama dalam mendukung dan memajukan keberlangsungan usaha pekebun besar dan sawit swadaya.
Komoditas kelapa sawit sebagai salah satu komoditas unggulan di kabupaten Kotim perlu diperkuat melalui pengembangan nilai ekonomi karbon sesuai perkembangan kebijakan terkini dalam rangka pencapaian target pengurangan emisi karbon nasional atau National Determination Contribution (NDC).
Tercatat saat ini luasan kebun kelapa sawit di Kotim yaitu 566 ribu hektare dan 23 persen di antaranya seluas 130,7 ribu hektare merupakan kebun sawit yang dikelola secara swadaya oleh masyarakat.
Pengembangan NEK (melalui beberapa sektor kunci NDC, seperti FOLU, limbah, dan pertanian) akan menjadi strategi inovatif dalam mempercepat terapan tata kelola sawit berkelanjutan dan pencapaian target penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) di Kabupaten Kotim.
“Sehingga kolaborasi dengan para pihak ini diperlukan untuk mempercepat RAD-KSB, pengembangan NEK, serta penguatan tata kelola sertifikasi berbasis yurisdiksi supaya Kotim semakin kuat sebagai salah satu kabupaten penghasil kelapa sawit terbesar di Indonesia, ” terangnya.
Selain itu, ini menambah potensi pendapatan asli daerah (PAD) dari pendapatan NEK lingkup industri kelapa sawit, yang ditindaklanjuti dengan penandatangan MoU antara Pemerintah Kabupaten Kotim dan GPPI.
Pengembangan NEK akan ditindakiajuti dengan perjanjian kerja sama melalui Badan Usaha Milik Daerah dan anak perusahaannya dalam rangka meletakkan kerangka fiskal daerah kabupaten rendah emisi, sekaligus berkontribusi bagi PAD.
Oleh sebab itu, GPPI mengapresiasi langkah Pemkab Kotim dalam mendukung terwujudnya pengelolaan kelapa sawit berkelanjutan. GPPI selaku representasi pengusaha tentu berharap iklim investasi selalu kondusif sehingga bisa turut berkontribusi optimal dalam membantu meningkatkan pembangunan daerah dan kesejahteraan masyarakat.
“Kita berbicara bagaimana agar sektor perkebunan kelapa sawit ini berkelanjutan untuk jangka panjang serta membawa dampak positif bagi daerah dan kesejahteraan masyarakat. Jika ada kendala, mari kita duduk bersama karena semua permasalahan pasti ada solusinya,” tutur Siswanto.
(opa/erakalteng.com)