SAMPIT – Bupati Kotawaringin Timur (Kotim) Halikinnor melakukan pertemuan dengan Gabungan Pengusaha Perkebunan Indonesia (GPPI). Pertemuan tersebut membahas terkait permasalahan yang sering terjadi di Perusahaan Besar (PBS) bidang kelapa sawit di Kotim.
“Hari ini kami melakukan pertemuan dengan owner perkebunan yang ada di Kotim. Kita membahas bagaimana penyelesaian permasalahan yang kerap kali terjadi di perkebunan,” katanya, Selasa 11 Juni 2024.
Tercatat ada 53 lebih PBS di Kotim, dimana sebagian besarnya dibidang perkebunan kelapa sawit. Namun tidak jarang permasalahan di perkebunan muncul antara pihak perkebunan dengan masyarakat setempat seperti aksi penjarahan, pemortalan dan klaim lahan di perkebunan PBS sehingga mengakibatkan bentrok fisik aparat dan masyarakat serta aksi demo di PBS.
“Disini Pemkab Kotim ingin agar penyelesaian di tingkat desa
dan kecamatan lebih di komprehensifkan dengan melibatkan OPD teknis,” ucapnya.
Ditegaskan, dalam hal ini diminta tidak mengedepankan aspek legal formal semata namun mencermati historis kepemilikan lahan dan usaha ekonomi masyarakat desa sekitar PBS.
Selain itu menurutnya, guna mengurangi aksi demo dan pencurian kelapa sawit di PBS, perlu dijajaki oleh desa dan kecamatan program usaha masyarakat di desa sebagai mata pencaharian
yang potensial.
“Di sini perusahaan juga harus aktif terutama CSR (Corporate Social Responsibility). Melalui program CSR ini usaha masyarakat desa digerakan. Dengan adanya usaha dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat sehingga aksi pencurian buah kelapa sawit dapat diminimalisir,” ungkapnya.
Sementara ditambahakan, terkait aksi masyarakat melakukan penjarahan di PBS dan tuntutan plasma 20%, setelah dicermati, itu akibat pembelian plasma oleh orang di luar desa atau kabupaten, sehingga hasil panen plasma lebih dinikmati pembeli yang notabane bukan penduduk setempat.
“Sementara pada awal pendirian koperasi masyarakat setempat yang terdaftar sebagai anggota koperasi, namun setelah panen justru orang lain yang menikmati,” ujarnya.
Oleh karena itu ia mengegaskan, setelah replanting kebun plasma agar anggota koperasi dikembalikan ke pemilik asal yang memang terdaftar sebagai anggota koperasi di awal pendirian koperasi.
“Mereka dilarang memperjualbelikan plasma PBS khusus untuk koperasi–koperasi yang baru berdiri dan anggota yang diusulkan dalam Surat Keputusan Calon Petani Calon Lahan (CPCL) agar betul-betul memperhatikan masyarakat setempat yang berdomisili di sekitar PBS. Saya berharap dengan keputusan ini bisa membuat investasi di wilayah kita lebih baik lagi,” harapnya.
(opa/erakalteng.com)